IMID Militer Filipina terlibat bentrok dengan ratusan kelompok militan Abu Sayyaf, Sabtu (9/4/2016) pagi, saat berusaha membebaskan 10 WNI yang disandera militan tersebut.
Bentrok terjadi antara Batalyon Infanteri 44 Filipina dengan tak kurang dari 120 orang yang dipercaya sebagai kelompok Abu Sayyaf. Sedikitnya 22 orang tentara Filipina terluka.
’’Bentrokan itu terjadi di Distrik Banguindan, Kota Tipo-tipo, Pulau Basilan. Waktu kejadian sekitar pukul 08.00 pagi (waktu setempat),’’ ujar juru bicara Komando Mindanao Barat Filemon Tan, sebagaimana dilansir Inquirer.com, Sabtu (9/4/2016).
Pulau Basilan merupakan sasaran yang menjadi fokus otoritas Filipina. Sebelum bentrokan terjadi, aparat Filipina sudah melakukan penangkapan dua tersangka yang diduga terkait kelompok Abu Sayyaf. Kedua penangkapan itu dilakukan di Pulau Basilan.
Sedangkan pergerakan aparat di markas Abu Sayyaf lainnya, yakni di Pulau Sulu, masih belum diketahui. Pulau Sulu diyakini sebagai tempat penyanderaan WNI.
Satu-satunya aktivitas yang diketahui adalah penjemputan Rolando del Torchio, sandera asal Italia, di pelabuhan Jolo, Kepulauan Sulu, yang dibebaskan.
Lalu bagaimana nasib 10 anak buah kapal Brahma 12 Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arrmantha Nasir mengaku masih belum mendapatkan laporan resmi terkait hal tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk memastikan keselamatan 10 WNI terus dilakukan.
’’Komunikasi itu dilakukan secara personal oleh Ibu Menlu (Retno Marsudi). Dan sesuai pernyataan sebelumnya, kami masih memastikan bahwa kondisi 10 WNI masih dalam keadaan selamat,’’ terangnya.
Upaya pembebasan 10 WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina juga terus dipantau ketat Istana. Hampir setiap hari, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dipanggil ke Istana untuk melaporkan langsung proses pembebasan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Kantor Staf Presiden (KSP) pun ikut menjadi pihak yang secara khusus memberikan kajian dan masukan kepada presiden. Deputi KSP bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan HAM Jaleswari Pramodhawardhani mengatakan, negosiasi tetap menjadi opsi utama karena opsi operasi militer terhalang regulasi pemerintah Filipina.
’’Tapi, negara tidak boleh kalah dan tampak lemah menghadapi teroris,’’ ujarnya.
Jaleswari yang berlatar belakang pengamat militer dan intelijen menyebut, dirinya tidak bisa membeber detil masukan yang disampaikan KSP kepada presiden karena terkait keselamatan sandera. Namun, dia memastikan bahwa pemerintah Indonesia tidak diam saja.
’’Semua terus bergerak untuk memastikan perlindungan pada warga negara,’’ katanya.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, upaya diplomasi memang menjadi prioritas. Namun, pemerintah akan mendukung langkah Filipina dalam upaya pembebasan. Termasuk jika harus dilakukan melalui operasi militer. ’’Kalau Filipina mengizinkan, TNI Polri sangat siap,’’ ucapnya.
Politikus PDIP itu menyebut, pemerintah Filipina terus memutakhirkan informasi mengenai perkembangan upaya pembebasan sandera. Termasuk informasi bahwa pasukan militer Filipina sudah mengatahui lokasi kelompok Abu Sayyaf.
’’Jadi kita harapkan hasil terbaik dan sandera bisa selamat,’’ ujarnya.
No comments:
Post a Comment