“Beberapa kapal perang Indonesia saat ini sedang berpatroli di sekitar Ambalat, Laut Sulawesi,” kata Kepala Staf TNI AL Laksamana Ade Supandi, Selasa (29/3).
Menurut Ade, beberapa lembaga pemerintah di sektor pelayaran, keamanan, dan pertahanan telah berkoordinasi terkait penculikan 10 ABK tersebut. “Koordinasi penanganan kasus sedang dilakukan.”
Sementara Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu menyatakan telah berulang kali mengusulkan patroli bersama antara Indonesia dan Filipina untuk menghindari aksi penyanderaan seperti yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf kali ini.
Para perompak, menurut Ryamizard, memanfaatkan ketegangan konflik di Laut China Selatan. “Kalau ada patroli bersama, enggak ada perompak, maling ikan. Dia mengambil kesempatan.”
Saat ini pasukan TNI telah siap bertindak jika diizinkan pemerintah Filipina membantu pembebasan sandera.
Kelompok Abu Sayyaf telah meminta sejumlah uang tebusan. Jumlah tebusan itu, menurut Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, lebih mahal dari harga batu bara yang dibawa kapal nahas tersebut.
Wakil Komandan Pasukan Khusus Zambasulta, Mayor Jenderal Demy Tejares, seperti dikutip dari Inquirer, mengatakan Brahma 12 itu berlayar dekat Pulau Tambulian saat dua bersaudara anggota Abu Sayyaf, Nickson dan Brown Muktadil, naik ke kapal tersebut.
Nickson dan Brown Muktadil merupakan anggota brigade Abu Sayyaf pimpinan Alhabsy Misaya. Mereka kemudian menodongkan senjata kepada para ABK.
Kelompok Abu Sayyaf yang berbaiat kepada ISIS kerap melakukan penculikan, pengeboman, dan pembunuhan di wilayah selatan Filipina.
No comments:
Post a Comment